Selasa, 01 November 2011

The One I Love

I can’t do anything

While not doing anything

I look at the slow time

Where are you?

What are you doing?

Because I only think of one person

(Super Junior KRY – The One I Love english tranlate)

***

Angin senja dipegunungan menerpa lembut wajah seorang gadis yang tengah berdiri di pinggir jurang. Ia bukan ingin bunuh diri, hanya sedang menikmati pemandangan hijau dibawahnya. Dari 2 jam yang lalu, ia berdiri disini, berdiam, dan sesekali tersenyum mengingat masa lalunya bersama seseorang. Seseorang yang selalu di ingatnya. Seseorang yang dianggap cinta pertamanya. Seseorang yang sudah 8 tahun tidak pernah bertemu dengannya. Entah orang itu masih ingat atau tidak, yang jelas gadis ini selalu mengingatnya. Dan selalu berharap dapat bertemu kembali...

#flashback

“Udah sampe, Ly.” Kata ayah Lya saat mereka tiba didepan sebuah villa.

Iya, Yah.” Lya dan ayahnya turun dari mobil.

Lyaaa.... sini!” teriak seseorang. Lya nengok dan tersenyum kearahnya.

Lya main sama Shendy ya. Ayah mau ke dalem.” Kata Ayah. Lya hanya mengangguk dan pergi ke tempat Shendy.

Hai, Shen ” sapa Lya kepada Shendy. Shendy adalah anak bos ayah Lya.

Hai, Ly  kenalin, ini Sansan dan ini Hendra.” Kata Shendy memperkenalkan kedua temannya kepada Lya.

Lya ” kata Lily saat bersalaman dengan Sansan. “Sansan ” balas Sansan.

Hendra ” seorang laki-laki bermata sipit sambil mengulurkan tangan kepada Lya.

Lya ” Lya menjabat tangan orang itu.

Yaudah main yuk” ajak Shendy. Dan mereka semua pun bermain.

Mereka jalan-jalan di jalan setapak yang berada dipinggir sawah. Sungguh, pemandangan sawah hijau dipagi hari baru dilihat pertama kali oleh Lya. Dia sangat kagum melihatnya! Setelah mereka jalan-jalan, mereka main bareng-bareng, tapi entah kenapa Hendra selaaaalu saja ngikutin kemana pun Lya pergi.

Hendra ngapain sih ngikutin mulu?” omel Lya pada Hendra. Ia merasa risih diikutin Hendra, yaaa meskipun agak seneng.

Takut Lya nyasar hehehe” Hendra nyengir lebar.

Aku ga akan nyasar! Udah sana!” usir Lya.

Gak. Udah yuk jalan-jalan sama aku.” Hendra kemudian menggandeng tangan Lya. Lya hanya terdiam, dan mengikuti langkah Hendra.

#flashbackend


Kak Lily ngapain disini?” seseorang yaa kira-kira berusia 3 tahun lebih muda darinya, menyadarkan Lily dari lamunannya.

Eh engga kok, lagi liat-liat aja ” si empunya nama menoleh dan menjawab sambil tersenyum.

Oh yaudah. Aku kesana dulu ya Kak.” Lily hanya mengangguk, dan anak itu pergi meninggalkannya sendiri.

Lilyana Natsir atau Lily. Gadis remaja yang saat ini menduduki kelas 11. Dia anak yang manis, tomboy, cuek, dan baik. Dia juga tidak terlalu memikirkan soal laki-laki, dia pun hanya pernah sekali pacaran, itupun hanya main-main. Tapi ada satu laki-laki yang selalu di ingatnya, ya, ‘seseorang’ itu.

Saat ini Lily berada di Tapos, Jawa Barat. Dia berada di villa milik bos ayahnya. Ayah Lily hanya seorang supir. ‘Seseorang’ itu ditemuinya 8 tahun lalu, tepatnya saat entah acara apa yang diadakan bos ayahnya, dan Lily juga diajak kesana. Kebetulan anak bos ayahnya ada yang seumuran Lily, namanya Greysia. Greysia, Lily, Sansan, dan ‘seseorang’ itu seumuran. Sansan adalah teman lamanya yang ditemuinya bersamaan dengan ‘seseorang’ itu.

Ly, ngapain disini?” suara Ayah mengagetkan Lily. Lily pun menoleh.

Lagi liat-liat aja, Yah. Udah lama ga kesini soalnya.” Kata Lily sambil menghirup udara.

Pulang yuk, udah sore. Kita kan naik motor.” Ajak Ayahnya.

Sekarang, Yah? Padahal Lya mau liat lampu-lampu nanti malem.” Kata Lily agak kecewa.

Iyalah. Kalo kita pake mobil sih gapapa pulang malem. Ini naik motor, bahaya kalo malem.” Kata Ayah Lily.

Lily hanya mengangguk kemudian pergi mengikuti Ayahnya. Sebenarnya Lily enggan meninggalkan tempat ini. Tempat kenangannya, tempat yang menjadi saksi pertemuan antara dia dan ‘seseorang’ itu. Saat Ayahnya bersiap-siap, Lily pergi ke tempat tadi, dan Lily berkata,

Hendraaa, gue disini, Ndra. Gue menanti lo. Gue kangen lo, Ndra. Gue masih inget lo, apa lo masih inget gue, Ndra? Lo dimana, Ndra? Gue pengen ketemu lo, gue sayang sama lo...” kata Lily hampir menangis.

Gue harap kita bisa ketemu lagi, Ndra. Gue kangen lo...” dan kali ini Lily benar-benar menangis.

***

Pagi ini begitu cerah, Lily jadi semangat ke sekolah. Tapi ada satu yang bikin dia males sekolah, upacara. Lily paling males kalo upacara. Apalagi kemaren dia abis pergi, masih pegel-pegel katanya.

Vitaaaa ” sapa Lily pada sahabatnya, Vita.

Hey, Ly  tumben cerah amat tu muka? Biasanya kayak baju belom disetrika :p” ledek Vita pada Lily. Lily hanya memonyongkan bibirnya. “Et dah tu bibir, udah seksi makin seksi aja! Ngalahin si Kido lu! hahaha” lanjut Vita masih terus meledek Lily. Kido adalah kakak kelas Lily dan Vita, tapi sekarang mereka udah lulus. Bibirnya Kido emang ga nahan banget seksinya (?)

#bletaaaaak sebuah jitakan mendarat dikepala mulus Vita.

Sakit, Ly...” Vita meringis sambil mengelus-ngelus kepalanya.

Lagiaaaan! Masa bibir gue disamain sama bibirnya Kido! Masih mending gue kali!” Lily mengakui bibirnya seksi, tapi dia ga mau disamain sama Kido. Aneh dasar..

Ga lama, bel pun berbunyi. Tapi kelas Lily masih sepi. Maklum, rata-rata pada dateng telat, telatnya disengaja. Lily sama Vita juga masih ngobrol-ngobrol dikelas sampe guru manggil buat upacara.

***

Teeeeeeeeeeeeeeeettttt.....

Bel istirahat bunyi. Semua anak langsung rapih-rapihin bukunya, padahal guru masih nerangin di depan. Pas guru keluar, semua langsung ke kantin, tapi ada juga yang bawa bekel.

Ciluuuuukkk baaaaa” kata Lily saat membuka bekelnya.

Sedeng!” kata Vita sambil melirik Lily. Lily hanya tertawa.

Yang bawa bekel, makan bareng-bareng sambil bagi-bagi lauk. Lily engga pernah nawarin bekelnya, tapi temen-temennya pada minta sendiri.

Hai, Lily ” sapa seseorang.

Lily mendongakan wajahnya, seorang laki-laki berwajah oriental berdiri didepannya. Dia Lee Yong-dae. Laki-laki asal Korea yang tinggal di Indonesia dan satu sekolah sama Lily, tapi ga sekelas. Yong-dae –panggilannya- adalah laki-laki yang di idami wanita-wanita disekolahnya. Tapi tidak dengan Lily. Dia ga terlalu tertarik sama Yong-dae. Dia lebih tertarik sama Lin Dan, laki-laki asal China yang tidak terlalu dikenal disekolahnya. Lin Dan adalah kakak kelas Lily, dia teman Kido juga. Dan itu berarti Lin Dan telah lulus tahun lalu.

Eh, hai juga ” Lily tersenyum pada Yong-dae. Semua teman-temannya memperhatikannya.

Ga ke kantin?” tanya Yong-dae pada Lily dengan masih menampakkan senyum manisnya.

Engga, bawa bekel.” Jawab Lily singkat.

Padahal semua orang tau, Yong-dae –laki laki most wanted disekolahnya- itu suka sama Lily, dan ngejar-ngejar Lily banget! Tapi Lily sih cuek aja, ga pernah ngerespon Yong-dae.

Oooh.. selamat makan Lily ” kata Yong-dae dengan satu tangan dikantong celana, dan satu tangannya lagi mengacak-ngacak lembut rambut Lily, kemudian berlalu pergi ke temannya.

Yah bekel gue kena kutunya Lily dah.” Kata Vita dan disambut tabokan dari Lily.

Aduh! Eh, Ly, lu kenapa sih nolak Yong-dae? Cowok cakep kayak gitu juga, baik lagi, ga playboy juga kok.” Kata Vita sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

Gue ga ada perasaan sama dia.” Jawab Lily singkat.

Ya kan bisa dicoba. Waktu lu sama Fran juga ga ada perasaan apa-apa kan? Eh malah jadinya kebawa sayang sampe sekarang.” Kata Vita menyindir Lily.

Fran, mantan pacar Lily atau pacar pertama Lily. Dulu Lily nerima Fran Cuma main-main, ‘Cuma mau ngerasain pacaran’ katanya. Tapi nyatanya, Lily malah sayang beneran sama Fran. 8 bulan mereka pacaran, sampe suatu hari Fran mutusin Lily tanpa alasan yang jelas. Padahal waktu itu hubungan mereka lagi ga ada masalah. Dan ± 6 bulan setelah putus, Lily masih sayang sama Fran, dan masih belom terima diputusin. Apalagi setelah itu Fran pacaran sama Pia, teman dekat Lily. Oke, cukup cerita soal Fran.

Apaan lu kata?! Masih sayang?! Ga deh ya! Gue udah lupa sama dia, dan sama semua cerita kita!” Lily agak kesal.

Lily sering banget dibilang masih sayang sama Fran sama temen-temennya gara-gara setelah putus sama Fran, Lily belom punya pacar sampe sekarang. Tapi kenyataannya, sekarang Lily udah ga ada rasa sama sekali sama Fran.

Santai, Ly. Gue kan Cuma becanda! Hahaha” kata Vita sambil menepuk-nepuk bahu Lily. “Lagian sih lo, ada Yong-dae yang jelas-jelas ngejar-ngejar lo gitu, lo tolak. Dia kan lebih-lebih daripada Fran.” Lanjut Vita panjang lebar.

Yaaa orang ga ada rasa, mau gimana lagi?” kata Lily santai.

Teruuus? Lo ada rasanya sama siapa? Lin Dan? Lin Dan udah punya Xingfang, Ly! Atau jangan-jangan Hendra? Pangeran masa kecil lo...” kata Vita sambil menyipitkan matanya yang sudah sipit.

Lily menghela nafas. Jika ingat dua orang itu, rasanya Lily pengen nangiiiis aja. Lin Dan, orang disukainnya selama ini. Dan, Hendra, orang yang selalu dicintainya.

Vit, kemaren gue ke Tapos.” Kata Lily sambil menutup tempat makannya.

Terus? Ketemu Hendra?” Vita menatap Lily.

Lily tidak menjawab pertanyaan Vita, ia hanya menggeleng kecil. Ga lama bel masuk bunyi.

***

Ly, bareng ga?” tanya Vita.

Bareng. Lu ga dijemput sama Alvent kan? Ayok buruan nanti keburu ga ada angkotnya!” kata Lily sambil narik Vita, Vita pun ketarik oleh Lily (?)

Saat sampi di gerbang.....

Yah, Ly, gue dijemput Alvent ternyata!” kata Vita begitu melihat Alvent. Alvent adalah pacar Vita, tapi mereka ga satu sekolah.

Yah yaudah deh gue pulang bareng Nitya aja.” Kata Lily kemudian meninggalkan Vita.

Lily!” panggil seseorang. Lily menoleh.

Iya? Kenapa?” ternyata Yong-dae yang manggil.

Sendirian aja? Ga sama Vita?” tanya Yong-dae.

Vita dijemput Alvent. Ini gue baru mau nyari temen pulang.” Kata Lily sambil terseyum, senyum yang bisa membuat Yong-dae tergila-gila.

Pulang bareng gue aja yuk.” Kata Yong-dae sambil menampakan senyum manisnya yang bisa membuat cewek-cewek pingsan.

Lily berpikir sejenak. ‘Apa salahnya gue nolak tawaran Yong-dae?’ pikirnya. Dia pun mengangguk menerima tawaran Yong-dae.

Di mobil, Lily engga banyak bicara. Cuma ngomong pas ditanya Yong-dae, itu juga jawabnya singkat-singkat.

Makan dulu yuk, Ly.” Ucapan Yong-dae memecah keheningan diantara mereka. Lily menoleh,

Gue masih kenyang.” Jawab Lily singkat.

Ayolah. Temenin gue aja deh.” Pinta Yong-dae. Lily hanya mengangguk.

***

Mereka tiba disebuah restaurant di bilangan Jakarta Selatan. Restaurant besar yang yaaaa sepertinya cukup mahal. Restaurant ini tidak sesuai dengan kantong Lily, tapi mungkin sesuai dengan kantong Yong-dae. Mereka mengambil bangku didekat jendela, yang viewnya bagus.

Mau pesen apa, Ly?” lagi-lagi suara Yong-dae memecah keheningan.

Gue ga laper, Yong-dae.” Kata Lily singkat. Yong-dae hanya tersenyum.

Masa gue makan lo ngeliatin doang. Ntar gue dikira pelit lagi. Lo mau pesen apa terserah deh.” Kata Yong-dae membujuk Lily. Lily pun melihat buku menu yang kasih Yong-dae.

Ice Chocolate Caramelnya satu.” Kata Lily sambil melihat nama minuman itu.

Selama makan Lily dan Yong-dae terus mengobrol. Sepertinya Lily sudah tidak canggung lagi sama Yong-dae. Tapi kalo perasaannya..... entahlah.

***

Semenjak acara makan siang dadakan itu, Lily dan Yong-dae jadi semakin dekat. Lily udah ga menghindar ataupun nyuekin Yong-dae. Sekarang malah dia udah lebih ramah sama Yong-dae. Mereka sering pulang bareng atau jalan bareng. Semua orang ngira mereka udah jadian, padahal mereka Cuma temenan.

Ly, lo udah jadian sama Yongdae?” tanya Vita saat mereka lagi main dirumah Vita.

Lily menoleh, “Hm? Enggak kok. Kita Cuma temenan aja.” Katanya sambil membaca komik.

Terus kenapa kalian deket banget? Kayaknya lu HTS-an sama dia.” Ucap Vita sambil memakan snack yang ada.

Ga kok, Vit. Kita Cuma temenan. Kalo jadian maah bisa abis gue diserang fansnya dia.” Lily bangun dan ikut memakan snack.

Hahaha. Yong-dae naksir lu aja, lu udah di incer sono sini sama fansnya dia!” Vita tertawa mengingat kejadian itu.

Ya, waktu fansnya Yong-dae tau dia suka sama Lily, Lily jadi dikejar-kejar fansnya. Pada pengen tau, seperti apa cewek pilihan Yong-dae. Tapi ada juga yang ngancem-ngencem Lily supaya ga deket-deket Yong-dae. Sampai-sampai Lily harus ngumpet-ngumpet kalo disekolah. Dan itu membuat Lily risih.

Kedekatan Yong-dae dan Lily terus beranjut samapi akhir semester 1. Yong-dae pernah nembak Lily, tapi Lily tolak. Sampe sekarang hubungan mereka pun engga jelas. Sampai suatu hari....

Anak-anak kelas kita kedatangan teman baru.” Ucap Bu Firda saat memasuki kelas. Bu Firda adalah wali kelas Lily.

Silahkan masuk.” Kemudian seorang laki-laki masuk kedalam. Seorang laki-laki bermata sipit. Kelas langsung berisik, yang cewek terpesona sama ketampanannya, yang cowok merasa dapet saingan baru.

Saat semua sibuk, Lily terdiam menatap laki-laki itu. ‘Dia mirip...’ pikir Lily sambil terus menatap laki-laki itu.

Perkenalkan diri kamu.” Kemudian laki-laki itu memperkenalkan dirinya.

Hai, nama gue Hendra Setiawan. Gue pindahan dari SMA N 5 Bandung. Salam kenal semua ” ucap orang itu sambil tersenyum. Lily tertegun. ‘Namanya... matanya... senyumnya... mirip Hendra gue..’ pikir Lily.

Hendra, kamu duduk sama Lilyana ya.” Bu Firda menunjuk kursi sebelah Lily. Lily melongo. Hari ini Vita emang ga masuk karena ada acara keluarga. Jadi yaa kursinya Vita kosong.

Bu tapikan ini tempatnya Vita! Hari ini Vita emang ga masuk, tapi besok dia masuk. Kenapa dia ga sama Ahsan aja, Bu?” tolak Lily mentah-mentah.

Kasian, Ly, anak baru. Kalo sama Ahsan berarti sama aja nambah kerusuhan. Biar nanti Vita sama Ahsan aja. Ahsan kan takut sama Vita!” kata Bu Firda sambil melirik kearah Ahsan, Ahsan-nya sih cuek aja. Ahsan emang biang rusuh dikelasnya. Yaa meskipun anak cowok dikelas Lily, Vita dan Lily, dan beberapa anak lainnya emang pengrusuh, tapi ga ada yang ngalahin rusuhnya Ahsan. Tapi Ahsan takut kalo Vita yang ngomelin. Kayak kaleng rombeng katanya.

Sejak saat itu, hubungan Hendra dan Lily ga pernah harmonis. Selaaaaaalu aja berantem. Dari masalah besar sampai masalah kecil pun diributin sama mereka. Masing-masing engga sadar kalo sebenernya mereka saling suka. Hubungan Lily sama Yong-dae juga masih kayak dulu, masih HTS-an. Dan Hendra selalu jealous kalo liat Lily deket sama Yong-dae.

Tiap hari, tiap saat, tiap menit, tiap detik, pastiiii Hendra dan Lily berantem. Vita sih anteng-anteng aja tuh duduk sama Ahsan, ya meskipun makin rusuh.

Lo kenapa sih, Ndra? Selaaaalu aja ngeribetin urusan gue! Terserah gue dong mau deket sama siapapun! Apa urusannya sama lo?!” ucap Lily setengah berteriak. Saat ini Hendra dan Lily lagi bertengkar. Tapi kayaknya masalah yang diributin sekarang cukup serius, bukan masalah sepele seperti biasanya.

Tapi gue ga suka, Ly!” bentak Hendra yang mulai emosi.

Terus? Emang kenapa kalo lo ga suka? Hah? Emang lo siapa gue?!” emosi Lily meningkat. Hendra diam. Dia ga punya alasan kenapa engga suka Lily deket-deket sama Yong-dae.

Kenapa diem? Hah? Kenapa? Lo jealous gue deket-deket sama Yong-dae? Kenapa emang? Lo suka sama gue?” kata Lily agak menantang dan memancing emosi Hendra.

Gue? Suka sama lo? Ga banget deh! Ngaca dong lo!” Hendra yang emosi, engga sadar dia ngomong kayak gitu.

Lily terdiam mendengar jawaban Hendra. Entah kenapa hatinya sakit saat mendengarnya. Tapi itu ditutupinya.

Lyaaa udahlah...” Vita datang menarik Lily, tapi Lily menepisnya.

Hendra terdiam mendengar ucapan Vita barusan, ‘Lya?! Apa dia Lya gue? Apaan sih! Gak gak bukan!’ ucapnya dalam hati.

Lo...” Lily menunjuk muka Hendra. “Lo... pergi! Vita, lo balik kesini! Lo, Ndra, lo pergi!” Lily ngusir Hendra.

Oke. Gue akan pergi!” Hendra mengambil tasnya dan pindah ke tempat Vita.

Lya udahlaaah! Udah yuk.” Vita narik Lily keluar, tapi saat sampai dipintu mereka papasan sama Yong-dae.

Lily? Kenapa?” Yong-dae mengangkat wajah Lily yang menunduk. “Lo kenapa, Lily?” lanjutnya sambil mengusap lembut wajah Lily.

Hendra melihatnya dari belakang. Hendra yang sedang emosi, semakin meningkat emosinya saat melihat itu. Ia memukul meja yang ga bersalah (?)

Weits santai, Ndra!” kata Ahsan yang kaget gara-gara Hendra.

Dia siapa sih, San? Kok kayaknya...” Hendra bingung mau bilang apa.

Dia Lee Yong-dae, dia naksir abis sama Lily. Tapi mereka engga pacaran gara-gara Lily ga ada perasaan apa-apa sama Yong-dae. Kenapa emang?” jelas Ahsan.

Hendra ga jawab pertanyaan Ahsan. Dia masih menatap Lily.

#backToLily

Gue gapapa.” Lily menepis tangan Yong-dae.

Gapapa gimana? Tadi gue denger lo teriak-teriak gitu.” Yong-dae membelai lembut rambut Lily.

Gue gapapa Yong-dae!” Lily memalingkan wajahnya.

Lily...” Yong-dae menarik Lily kedalam pelukannya. Vita yang daritadi dikacangin, akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi apa? Lily malah menarik diri dari pelukan Yong-dae!

Lo apa-apaan sih!” Lily mendorong Yong-dae dan berlari kearah Vita yang menuju taman sekolah.

Lily nangis sesenggukan (?) disana. Engga tau deh apa yang dia tangisin. Vita Cuma meluk Lily, daritadi nenangin Lily, tapi Lily ga diem-diem. Dan datanglah Yong-dae...

Lily....” dia narik Lily dari pelukan Vita dan memeluknya. “Lo kenapa, Ly?” tanya Yong-dae lembut. Dia membelai lembut rambut Lily.

Huaaaaaa” Lily nangis lagi.

Lily udah dooong...” Vita mengusap punggung Lily.

Lily lo kenapa sih?” Yong-dae nanya lagi. “Udah ah jangan nangis lagi.” Yong-dae mencium kepala Lily.

Lily melepas pelukan Yong-dae dan mengusap air matanya.

Lo kenapa, Ly? Cerita dong...” ucap Yong-dae lembut. Dia mengusap air mata Lily.

Kenapa, Ly? Hendra?” Vita membrikan tissu pada Lily. Lily hanya mengangguk.

Dia ngapain lo? Bilang ke gue, Ly!” Yong-dae agak panik.

Vitaaa huaaaaaaa” Lily nangis lagi sambil meluk Vita.

Lily kenapa sih?” Vita mengusap punggung Lily.

Lily melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya lagi. Lalu Yong-dae memberikannya minum. Setelah agak tenang, Lily mulai bercerita.

Lo liat pertengkaran gue kan, Vit?” tanya Lily.

Iya liat, kenapa?” Vita bingung.

Lo denger kan pas dia bilang ‘Gue? Suka sama lo? Ga banget deh! Ngaca dong lo!’?” Lily masih nanya Vita. Sedangkan Yong-dae Cuma diem, ga ngerti yang mereka omongin.

Denger. Jangan bilang lo sebenernya.....” Vita ga ngelanjutin kata-katanya. Dia melirik ke arah Yong-dae.

Vitaaaa gue rasa dia itu My Little Prince deh.” Lily seakan tau apa yang dimaksud Vita.

Maksud lo?” Vita agak bingung.

Suer gue ga ngerti apa yang lo berdua omongin!” Yong-dae akhirnya bicara juga.

Diem aja lo!” kata Vita dan Lily berbarengan. Yong-dae akhirnya diem lagi.

***

Berkali-kali Hendra mencoba memejamkan matanya. Tapi engga pernah berhasil. Dia memikirkan seseorang, ya, Lilyana orang yang sedang di pikirkannya saat ini. Hendra ngerasa bersalah banget tadi udah ngebentak Lily dan bilang kalo dia engga suka sama Lily. Hendra menatap sebuah figura kecil berwarna baby blue dengan tulisan “Everlasting”. Hendra mengambilnya dan mengusap figura tersebut. Sebuah foto dengan 4 orang anak kecil berumur ± 9 tahun yang sedang tersenyum ceria. 3 orang perempuan dan seorang laki-laki. Laki-laki difoto itu adalah Hendra.

Lyaaa kamu dimana sekarang? Aku kangen kamu Lya...” ucap Hendra lirih.

Lya, kamu tau ga? Aku nemuin orang yang mirip sama kamu. Galaknya, juteknya, senyumnya, tawanya, matanya, mirip banget sama kamu. Dan dia dipanggil Lya juga.” Hendra menatap perempuan kecil yang berfoto disebelahnya. Seorang anak berambut lurus sebahu, bermata sipit, dan berkulit putih yang sedang tersenyum manis.

Hendra meletakkan figura itu ketempat semula. Ia mengambil benda mungil diatas meja belajarnya dan menghubungi seseorang. Berkali-kali Hendra mencoba menghubungi orang itu, tapi tak ada jawaban. Sekarang udah jam 11 malem, entah orang itu udah tidur atau emang ga mau ngangkat telfon dari Hendra, tapi yang jelas Hendra tau biasanya orang itu jam segini masih seger matanya.

Ditempat lain, Lily menatap handphone-nya yang daritadi kedap-kedip. Ia memang terbiasa men-silent handphone-nya. Jadi yaa kadang dia gatau kalo ada yang nelfon. Tapi Lily selalu memegang handphone-nya karena dia seorang smsholic. Kali ini ia hanya terdiam menatap handphone-nya yang kedap-kedip dari tadi. Nama ‘Ipa 1 ~ Hendra’ terpampang jelas dilayar handphone-nya. Tak ada niat sedikit pun dihati Lily untuk menagangkat telfon dari Hendra. Lily hanya meletakkan benda kecil tersebut.

Lya itu hapenya dari tadi kedap-kedip tuh.” Kak Lista –kakak Lily- menatap benda kecil yang tergeletak disamping Lily.

Biarin aja, Kak.” Lily meraihnya dan memasukannya ke kantong.

Telfon dari siapa sih? Dari pacarnya ya? Kok ga diangkat? Apa lagi berantem?” Kak Lista terus meluncurkan pertanyaannya.

Apaan sih, Kakak!” Lily menutupi mukanya dengan bantal.

Kalista dan Lily memang satu kamar. Rumah mereka yang sederhana, tidak cukup untuk membuat banyak kamar.

Ga usah malu-malu gitu ah, Ly!” Kak Lista menarik bantal yang menutupi wajah Lily, tapi Lily semakin medekapnya dengan erat.

Sesi tarik-tarikan bantal Cuma berlangsung sebentar. Waktu udah menunjukkan pukul 23.30 dan Kak Lista udah tidur sejak 15 menit yang lalu, sedangkan Lily masih terdiam dengan mata terpejam.

Lily mengambil handphone-nya dari kantong piamanya. Dilayar terpampang 15 missedcall dan 20 messages. Lily melihat missedcall tersebut, dan semuanya dari Hendra! Kemudian Lily membuka smsnya, 14 dari sms tersebut berasal dari Hendra, dan 6nya dari teman-teman Lily, termasuk Vita. Lily membuka dan membalas sms tersebut, kecuali sms dari Hendra, Lily Cuma membacanya.

Kemudian Lily memeluk erat boneka beruang besar kesayangannya. Lily berusaha meredam suara tangisnya. Ia semakin erat memeluk boneka beruangnya, seperti berusaha melepaskan rindu kepada seseorang yang begitu membahana.

Gue kangen lo, Hendra... kangen banget! Dimana lo sekarang? Gue pengen ketemu lo...’ Lily menjerit dalam hati. ‘Gue butuh lo, Ndra... lo dimana... gue kangen lo...’ Lily terus menjerit dalam hati. Lily menangis terisak, tapi Lily terus berusaha meredam suara tangisnya. Setelah lelah menangis, Lily tertidur dengan air mata yang hampir mengering.

***

Hendra!” Hendra yang baru saja keluar dari mobilnya, menoleh mendengar seseorang memanggilnya. Hendra menatap orang itu.

Ada apa?” tanyanya cuek.

Lo Hendra kan? Hendra temennya Lily?” tanya orang itu.

Ya. Kenapa?” Hendra menatap orang itu.

Jangan berani-berani lo sakitin Lily!” orang itu berkata penuh penekanan. Hendra hanya terdiam menatap tajam orang itu.

Lo suka sama Lily? Kalo suka sama dia, ga usah gini caranya! Jangan buat dia nangis!” lanjut orang itu. Hendra masih terdiam, ‘Gue buat Lily nangis?’ tanyanya dalam hati.

Maksud lo?” akhirnya Hendra bicara juga.

Lo suka sama Lily kan? Jangan buat dia nangis, karna gue ga suka liat dia nangis! Dan kita, kita bersaing secara sehat buat ngedapetin Lily. Inget itu.” kemudian orang itu meninggalkan Hendra yang masih terdiam.

***

Hari ini Hendra bener-bener engga konsen sama pelajaran. Kata-kata orang tadi pagi terus terngiang-ngiang ditelinganya. Dan beribu-ribu pertanyaan terus memutar diotaknya. Hendra menatap punggung Lily yang tak jauh darinya. Ia tersenyum mendengar suara tawa Lily.

Hei, Ly...” Yong-dae menyapa Lily dengan senyum manisnya.

Hei.” Lily mendongak dan membalas sapaan Yong-dae dengan senyumnya.

Hendra yang terus memperhatikan dari belakang, menatap iri kepada mereka berdua. ‘Kenapa Lily selalu tersenyum manis ke Yong-dae? Kenapa ke gue ga pernah? Kenapa kalo gue Cuma dikasih omelannya dia?’ pikir Hendra. Hendra masih terus menatap Lily dan Yong-dae yang sedang mengobrol. Kemudian Hendra melihat Yong-dae membelai lembut rambut Lily.

***

Hendra terduduk dipinggir jendela kamarnya. Ia menatap langit yang penuh bintang. Berharap ada satu bintang yang bersinar cerah untuknya.

Yong-dae bener, gue emang suka sama Lily. Gue sayang sama Lily. Gue ga bisa membohongi perasaan gue, gue bener-bener sayang sama Lily...” ucap Hendra pelan. “Ya Tuhan... beri aku kekuatan, beri aku kesempatan. Aku tau umurku tidak lama lagi. Tapi beri aku kesempatan untuk bahagia bersama orang yang aku sayang...” Hendra berkata dengan lirihnya. Kemudian dia turun dan menutup pintu jendelanya, mengambil figura kecil dan menatapnya.

Lya... aku harap Lily itu kamu..” Hendra tersenyum, mengusap figura tersebut dan meletakkannya kembali.

***

Hari demi hari terlewati. Dan Hendra terus melancarkan aksinya nutuk mendekati Lily. Tapi tak pernah mendapat respon baik dari Lily. Lily selaaaaalu aja ngomel setiap Hendra melakukan sesuatu untuknya yaa meskipun sebenernya Lily seneng.

Ibu akan memberikan tugas kelompok membuat mading. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Ibu yang akan memilihkan kelompoknya.” Bu Lita, guru bahasa Indonesia, membacakan kelompok 1-3, tapi belom terdengar nama Lily.

Kelompok 4. Greysia Polii, Hendra Setiawan, Lilyana Natsir, Mohammad Ahsan, dan Vita Marissa.” Lily ceming pas denger dia sekelompok sama siapa. Lily seneng sekelompok sama Vita dan Greys, tapi dia juga sekelompok sama Hendra! Bayangin, HEN-DRA! H-E-N-D-R-A! Lily seneng sih, tapi dia gengsi ngakuinnya.

Kita ngerjain kapan dan dimana nih?” Vita bertanya saat mereka lagi istirahat.

Nanti aja gimana?” Greys buka suara.

Awkay. Tapi dimana?” kali ini Lily yang ngomong.

Dirumah Hendra aja.” Celetuk Vita, Lily (berusaha) melotot.

Bisa ngga Ndra nanti dirumah lu?” tanya Greys sambil menyeruput minumnya.

Bisa. Bisa. Rumah pasti sepi.” Hendra ngangguk-ngangguk.

Emang pada kemana?” Ahsan nih yang nanya.

Bokap lagi di Jerman, nyokap lagi di Surabaya.” Hendra memakan mie ayamnya.

Ngapain?” Vita terus bertanya.

Bokap ngurusin perusahaan. Nyokap nengok sodara gue, Sansan, dia lagi sakit.” Hendra meminum jus mangganya. Lily yang mendengar jawaban Hendra, keselek baksonya yang super pedas. Vita menepuk-nepuk punggung Lily dan Hendra memberikannya minum.

Hati-hati Ly kalo makan. Bakso lu super pedes gitu.” Hendra ikut menepuk-nepuk punggung Lily.

Thanks.” Ucap Lily setelah agak baikan.

Yaudah nanti pulang sekolah langsung kerumah gue aja.”

Gue ikut naik motornya Ahsan aja!” baru aja Lily pengen ngomong gitu, eh Greys udah nyamber aja!

***

Disepanjang perjalanan, Lily engga banyak bicara. Lily yang duduk disamping Hendra, Cuma diem dan sesekali memajukan bibirnya. Hendra hanya tersenyum melihat tingkah Lily. Rasanya Hendra pengen cubit pipinya Lily.

Kemudian mereka memasuki kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Mereka berhenti disebuah rumah besar tapi tidak mewah. Rumah itu terlihat seperti villa. Setelah melewati pagar yang cukup besar, ada sebuah gazebo dan taman-taman kecil dengan bunga-bunga yang sedang bermekaran. Di samping gazebo, ada sebuah kolam ikan kecil. Hendra memarkirkan mobilnya didekat kolam ikan.

Ndra, kok berentinya disini sih?” kata Lily sambil melihat keluar jendela.

Emang kenapa?” Hendra menoleh kearah Lily.

Kan kasian ikan-ikannya, nanti kena polisi udara.” Kata Lily polos.

Polusi udara, dodol!” Vita menoyor kepala Lily, Lily Cuma nyengir.

Jangan disini, Ndra.” Suruh Lily.

Iya iya tuan putri.” Hendra memundurkan mobilnya dan berhenti didepan pintu garasi. Lily memalingkan wajahnya, berusaha menutupi mukanya yang merah karna perkataan Hendra tadi. Vita hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

Rumah Hendra memang besar, tapi terbuat dari kayu. ‘Nyaman banget disini..’ pikir Lily. Mereka duduk diruang tamu dengan sebuah sofa berwarna putih yang cukup besar, dengan lantai kayu yang ditutupi dengan karpet berwarna coklat. Disamping ruang tamu ada jalan menuju dapur.

Disini aja yuk.” Hendra mengajak ke ruang keluarga.

Mereka melewati sebuah lorong pendek yang kiri kanannya terdapat foto-foto keluarga Hendra, dengan sebuah lampu dimasing-masing foto yang menyinari foto-foto tersebut. Ada sebuah meja kayu yang juga berisi foto-foto keluarga Hendra. Ada foto Hendra yang sedang menggendong seorang anak perempuan kecil dipunggungnya. Hendra dan anak kecil tersebut sedang tertawa lepas. Lucu sekali foto itu. Ada juga foto Hendra yang sedang memegang medalinya. Mata Lily tertuju pada satu foto, foto seorang laki-laki bermata sipit kira-kira berumur 9 tahun yang sedang merentangkan tangannya, dibelakangnya terlihat jelas pemandangan puncak. Foto tersebut ditutupi dengan figura berwarna merah bata. Lily mengambil foto tersebut dan mentapnya lekat-lekat.

Ndra...” Lily terhenti dan memanggil Hendra.

Kenapa, Ly?” Hendra yang ada didepan Lily, menoleh kearah Lily.

Ini siapa?” Lily masih terus menatap foto tersebut. Hendra nyamperin Lily dan melihat foto yang dipegang Lily.

Oh itu gue waktu dulu. Yaa kira-kira 8 tahun yang lalu, kenapa?” Hendra menatap Lily yang masih terus menatap foto tersebut.

Ini...” Lily mengusap foto tersebut. “Ini pasti... di Tapos. Waktu.. waktu acara pertemuan di villa Pak Ricky.” Lily masih terus menatap foto itu.

Iya bener. Kok... kok lo tau, Ly?” Hendra menatap Lily heran. Dia berharap....

Ndra, apa lo kenal Shendy? Sansan?” kali ini Lily menatap Hendra. Sebuah harapan terlihat jelas dimata Hendra dan Lily.

Kenal...” Hendra menatap mata Lily.

Lo kenal... mmm lo inget... Lya?” Lily bertanya agak ragu-ragu.

Lya? Iya gue inget. Inget banget malah. Gue berharap bisa ketemu dia lagi. Lya, my little princess...” Hendra tersenyum. Lily memalingkan wajahnya. Berusaha mencerna semua yang terjadi. Orang yang ada dihadapannya adalah Hendra, Hendra pangeran kecilnya. Tapi Lily masih belom percaya, dia memutuskan untuk mencari tau dulu. Lily meletakkan foto tersebut ke tempat semula dan pergi keteman-temannya, meninggalkan Hendra yang masih berdiri terdiam menatap punggung Lily.

Ke kamar gue aja.” Hendra berjalan melewati teman-temannya.

Kamar Hendra cukup besar, dindingnya berwarna putih-biru-merah. Sebuah kasur sedang dengan bed cover bergambar shuttlecock dan raket, disampingnya ada meja kecil dengan sebuah lampu tidur. Disebelah kiri tempat tidur ada meja komputer dan disebelahnya lagi ada meja kecil dengan sebuah laptop dan beberapa figura foto, disampingnya ada sebuah meja belajar. Didepan tempat tidur ada sebuah tv flat 21inch dengan dvd dan radio disampingnya. Disebelah kanan tempat tidur ada sebuah lemari berukuran sedang, disampingnya tergantung beberapa raket dan baju bulutangkis Hendra yang bertuliskan ‘Setiawan H’. Diujung ada sebuah kamar mandi. Mereka duduk dilantai yang diberi karpet.

Gile Ndra kamar lu...” Ahsan menggeleng-gelengkankan kepalanya.

Kenapa?” tanya Hendra.

Warna warni!” celetuk Ahsan yang dihadiahi sebuah jitakan dari Hendra.

Mereka mulai mengerjakan tugas yang diberikan. Mereka mengerjakannya dengan serius dan diselingi candaan dari Ahsan dan Vita. Lily yang biasanya diem, kali ini ikut mengeluarkan celetuk-celetukannya. Suara tawa pun terus terdenganr diantara mereka. Sesekali Hendra melihat kearah Lily yang sedang tertawa lepas. Begitupun Lily, ia terkadang tersenyum kearah Hendra yang sedang tertawa.

Eh, Ndra, ada spidol warna silver ga?” tanya Vita.

Ada tuh.” Hendra masih mengerjakan pekerjaannya.

Dimana?” Vita nanya lagi.

Di meja belajar. Lily tolong ambilin dong.” Karna Lily lagi ga ngapa-ngapain, akhirnya dia yang disuruh ngambil.

Dimana, Ndraa?” Lily masih mencari.

Coba liat deket laptop.” Jawab Hendra tanpa menoleh.

Lily berpindah ke meja laptop. Bukannya mencari, Lily malah terdiam menatap sesuatu. Lily menatap sebuah figura foto berwarna baby blue dengan tulisan “Everlasting”. Lily mengambil figura tersebut dan menatapnya lekat-lekat. Tidak salah lagi, salah satu anak difoto ini adalah dirinya. ‘Ga salah lagi, dia bener-bener Hendra gue. Hendra pangeran kecil gue...’ ucap Lily dalam hati. Dia masih terus menatap figura tersebut.

Ly...” Hendra menoleh kearah Lily yang masih terdiam menatap sebuah figura. Hendra memutuskan untuk engga mengganggunya.

Lily, ada ga?” teriak Vita.

Eh iya bentar.” Lily yang kaget langsung meletakkan figura tersebut ke tempat semula dan mulai mencari lagi. “Ini...” Lily memberikannya pada Vita.

Hari sudah sore. Waktu udah menunujukkan pukul 16.30, tapi pekerjaan mereka belom selesai semua. Dan mereka memutuskan untuk melanjutkannya nanti. Lagian tugas masih ini dikumpulin 1 minggu lagi kok. Ohya, mading mereka bertemakan olahraga. Ya apalagi kalau bukan bulutangkis! Sebelom pulang, mereka beres-beresin kamar Hendra dulu.

Vita... bareng!” ucap Lily pada Vita.

Gue dijemput Alvent, Ly. Hehe” Vita Cuma nyengir.

San, nanti gue bareng lo ya! Kita kan searah..” Greys menaik turunkan alisnya.

Iye iye” jawab Ahsan pasrah.

Terus gue...?” Lily menunjuk dirinya sendiri.

Biar gue yang anter.” Hendra memotong perkataan Lily.

Mmmm ga usah. Nanti gue minta jemput Kak Lista aja.” Lily udah siap-siap mau nelfon Kak Lista.

Kak Lista pasti belom pulang, Ly. Udah lo dianter Hendra aja.” Vita mengambil handphone Lily. Lily Cuma pasrah.

Beres-beres udah selesai. Saatnya mereka pulang. Alvent udah dateng menjemput Vita. Greys dan Ahsan juga udah pulang. Tinggal Lily yang ada dirumah Hendra, dia nungguin Hendra yang lagi siap-siap.

Didalam mobil keheningan tercipta. Ga ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Hanya terdengar suara music dari mobil Hendra.

Ly...” suara Hendra memecah keheningan. Lily menoleh.

Lo tadi kenapa nanyain soal foto itu?” Hendra menatap Lily.

Ga papa.” Lily menunduk.

Yaudah kalo lo ga mau bilang.” Hendra mengusap lembut kepala Lily.

Keheningan tercipta diantara mereka. Hendra konsentrasi dengan jalanan, dan Lily tenggelam dalam pikirannya. Lily engga sadar kalo dibawa ke suatu tempat sama Hendra.

Yuk turun.” Hendra menghentikan mobilnya.

Hah? Udah sampe?” Lily mendongak melihat keluar. “Ini bukan rumah gue...” Lily celingukan.

Hendra turun dan membukakan pintu untuk Lily. Saat ini mereka berada disebuah pantai. Pantai yang sangat indah. Dengan pasir putih yang begitu lembut, air laut yang berwarna biru dengan ombak kecil yang saling berkejaran, dan burung camar yang sedang bernanyi denagn indah. Pantai ini tidak ramai, hanya ada beberapa orang disana. Pantai yang entah ada di daerah mana saya juga engga tau tapi yang jelas di Jakarta pasti engga ada yang kayak gitu. Intinya, pantai itu sangat sangat indah dan tenang. Lily yang memang suka pantai, langsung berlari menuju pesisir pantai. Pantai ini sangat membuat hati Lily tenang.

Ini, pake.” Hendra memberikan sebuah sendal berwarna merah. Lily mencopot sepatunya dan memakai sendal itu.

Kita ngapain kesini sih, Ndra?” Lily menoleh kearah Hendra. Hendra tersenyum.

Ly, jawab jujur, lo kenapa nanyain foto tadi?” Hendra to the point.

Hah? Lo kok masih nanyain itu sih? Gue bilang kan gapapa.” Lily menatap lurus kedepan. Dia engga berani natap Hendra.

Ly... jujur!” Hendra memegang kedua bahu Lily dan menghadapkan Lily hadapannya. Tanpa basa basi, Hendra menarik Lily kedalam pelukannya. Lily menangis.

Ndra... ini gue, Ndra... gue Lya, Ndra... gue kangen lo...” kata Lily disela-sela tangisnya.

Gue tau, Ly. Gue tau. Gue juga kangen sama lo... gue Hendra, Ly, Hendra your little prince. Gue seneng banget bisa ketemu lo lagi...” Hendra memeluk Lily erat. Seolah tak ingin melepaskannya lagi.

Gue juga, Ndra. Gue berharap bisa ketemu lo lagi. Dan sekarang terwujud...” Lily masih memeluk Hendra.

Jangan tinggalin gue lagi, Ly. Gue ga sanggup.. tanpa lo...” Hendra mencium puncak kepala Lily. Lily melepaskan pelukannya.

Lo juga jangan tinggalin gue lagi! Bisa gila gue!” Lily tersenyum dan mengusap air matanya. Hendra hanya tersenyum dan mengusap air mata Lily.

Kita jadian?” tanya Hendra. Lily pura-pura mikir. Tanpa basa-basi, Hendra memeluk Lily (lagi). Kemudian ia melepaskan pelukannya dan mencium kening Lily. Awal kisah cinta mereka disaksikan oleh matahari yang akan tenggelam.

***

Sudah berbulan-bulan Lily dan Hendra berpacaran. Sekarang mereka udah kelas 12. Lily, Hendra, Vita, Greys, dan Ahsan sekarang sekelas lagi dikelas 12 Ipa 3, bahkan sekarang mereka sekelas sama Yong-dae. Lily dan Yong-dae masih deket, tapi sebagai sahabat. Sekarang mereka –Lily, Vita, Greys, Hendra, Ahsan, dan Yong-dae- menjadi sahabat baik. Sampai suatu hari...

Hendra kemana ya?” Lily bertanya pada Vita. Sudah seminggu Hendra ga masuk.

Ga tau gue... emang dia ga ngasih kabar?” Lily menggeleng.

Dia ga ada kabar sama sekali. Hapenya ga aktif. Dia juga ga ngasih kabar ke sekolah.” Lily menatap nama Hendra di buku absen kelas. Huruf A yang berarti Alfa berderet memenuhi absen Hendra.

Lo udah telfon kerumahnya? Atau tanya temen-temen bulutangkisnya?” Vita menatap Lily.

Udah, tapi ga ada yang tau. Ahsan juga kan gatau. Gue juga udah coba telfon, tapi ga ada yang ngangkat.” Kata Lily pasrah. Vita menatap kasihan Lily. Vita mengelus punggung Lily.

***

Hari ini ujian nasional tingkat SMA dilaksanakan. Tapi Hendra masih belom ada kabar, alhasil dia engga ikut UN. Lily bertekad untuk fokus dulu ke UN, dia akan mencari kabar Hendra setelah UN.

***

Akhirnya ujian nasional selesai juga. Semua anak langsung tenang, tinggal nunggu hasilnya. Sedangkan Lily, tak ada semangat sama sekali yang terpancar dimatanya. Hanya ada tatapan sayu dan kesedihan yang terlihat.

Lily...” Vita merangkul Lily dari belakang. Lily hanya menoleh dan tersenyum.

Semangat dong, Ly!” Vita tersenyum lebar. Lagi-lagi Lily hanya tersenyum.

Lily sayang, semangat dong! Nanti kan kita mau kerumahnya Hendra.” Vita menaik turunkan alisnya. Vita sudah berjanji, setelah UN selesai Vita akan mengantar Lily kerumah Hendra. Lily menarik nafas dan tersenyum lebar.

Sudah hampir sebulan Hendra engga masuk dan engga ngasih kabar sama sekali. Lily sangat khawatir. Setiap malam Lily selalu menangis sambil memeluk boneka kelinci besar pemberian Hendra, menangis karna kangen sama Hendra, dan menangis karna takut Hendra kenapa-kenapa.

Honda City putih milik Vita melaju cepat menuju rumah Hendra, dari sekolah kerumah Hendra memang cukup jauh, perjalanan memakan waktu 1 jam. Lily tenggelam dalam pikirannya, dan Vita menatap lurus kedepan. Keheningan menyerang mereka, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun.

Akhirnya mereka tiba didepan rumah besar bernuansa kayu. Mereka turun dari mobil dan memencet bel rumah. Seorang satpam membukakan pintu pagar dan mempersilakan mereka masuk. Sepertinya satpam tersebut sudah mengenal Vita dan Lily.

Sebuah Honda Jazz sport merah milik Hendra dan sebuah Alphard putih terparkir dihalaman rumah Hendra. Ini berarti ada orang dirumah ini. Lily mengetuk pintu rumah dan seorang paruh baya membukakan pintu untuk mereka. Sepertinya ini Ibunya Hendra.

Silakan masuk.” Ucap Ibu tersebut ramah. Lily dan Vita masuk kedalam rumah.

Kalian Lily dan Vita kan?” tanya Ibu tadi. Lily dan Vita mengangguk.

Kok Tante tau?” tanya Lily.

Hendra sering bercerita. Apalagi soal kamu, Lily, ternyata benar, kamu cantik.” Puji Ibu Hendra. Lily hanya tersenyum. “Ohya saya Ibunya Hendra.” Kata Ibu Hendra sraya mengulurkan tangannya, Lily menyambutnya.

Kalian pasti nyari Hendra kan?” Ibu Hendra mengantar Lily dan Vita menuju kamar Hendra. Mereka hanya mengangguk. “Kalian tunggu disini sebentar ya.” Lanjutnya seraya keluar dari kamar Hendra.

Kira-kira Hendra kemana ya, Vit?” Tanya Lily pada Vita sambil melihat-lihat miniatur raket dan shuttlecock dikamar Hendra. Vita menangkat bahunya.

Gue juga ga tau, Ly.” Seraya melihat-lihat isi kamar Hendra. Tak lama masuklah Ibu Hendra.

Yuk, Ly, Vit.” Ucapnya saat memasuki kamar Hendra.

Lho? Mau kemana, Tante?” Tanya Lily.

Ke... rumah sakit sebentar. Tante mau check up dulu.” Jawabnya seraya tersenyum ke arah Lily dan Vita, senyum yang tidak dapat diartikan.

Emmm saya ga usah ikut deh, Tante. Kebetulan udah ada janji.” Vita bohong. Dia Cuma ga pengen ganggu mereka. Lily hanya mengangguk. Kemudian mereka, ayah Hendra, ibu Hendra, Liana –adik Hendra-, dan Lily berangkat menuju rumah sakit.

***

Alphard putih berbelok dan tiba ke pelataran rumah sakit besar yang terkenal di Jakarta. Sambil menggandeng tangan Liana, Lily mengikuti langkah orangtua Hendra. Langkah mereka berhenti dikamar 606. Lho katanya Ibu Hendra mau check up, tapi kok mereka ke kamar perawatan? Pertanyaan itu terlintas di benak Lily. Belum sempat Lily bertanya, Ibu Hendra telah menempelkan telunjuk di bibir agar Lily, Liana, dan suaminya tidak bersuara. Perlahan-lahan pintu kamar itu dibukanya, lalu...

Betapa terkejutnya Lily melihat sosok yang dikenalnya terbaring lemah dengan lengan diinfus dan mata terpejam. Lily menutup mulut dengan telapak tangan, dia menangis.

Hendra kenapa, Tante?” ucapnya tertahan. Wanita yang masih tampak cantik itu berdiri tepat disebelah Hendra. Ia mengelus kepala anak lelakinya yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Kemudian ia memberi isyarat agar Lily mengikutinya keluar ruangan.

Hendra kenapa, Tante?” Diluar kamar perawatan, Lily mengulangi pertanyaannya yang tadi belum sempat terjawab. Ibu Hendra memeluk suaminya karena tidak kuat menahan tangis.

Kami bersyukur kepada Tuhan karena diberikan dua anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa. Dan kami begitu bahagia ketika anak pertama kami, Hendra, dinyatakan sehat pada hari pertama ia terlahir didunia...” Ucap Ayah Hendra. “Tetapi tepat ketika akan keluar dari rumah sakit, dokter menyadari ada kelainan pada jantung Hendra. Awalnya tidak berbahaya. Tetapi ketika Hendra berumur 6 tahun jantungnya harus segera dioperasi. Hendra berhasil menjalani operasi pertamanya dengan selamat. Itulah sebabnya Oom dan Tante melarang Hendra untuk jadi atlet bulutangkis. Tapi karna keinginannya begitu kuat, dan Hendra juga menunjukkan prestasinya dibidang bulutangkis, akhirnya kami memperbolehkannya. Sampai berumur 18 tahun, ia tidak pernah mengeluhkan sakitnya lagi. Namun kemarin, ia meminta kami membawanya ke dokter. Setelah memeriksanya, dokter berkata jantung Hendra mulai bermasalah lagi. Bahkan lebih gawat, karna selain jantung koroner, ada penyakit lain yang menyerang tubuhnya. Dan Hendra sudah merasakannya sejak lama, tapi ia merahasiakannya dari kami. Bahkan Hendra tetap mengikuti turnament-turnament bulutangkis meskipun ia merasakan rasa sakit pada tubuhnya.” Ayah Hendra mengusap pelipisnya. Lily terdiam. Ia terlalu shock mendengar hal itu. Ibu Hendra yang sejak tadi terdiam kini berkata pelan.

Sewaktu tau akan diopname, Hendra sempat marah-marah. Dia bilang dia mau ketemu kamu dulu. Selama dia jarang sekali meminta sesuatu dari kami. Tapi saat itu dia memohon pada kami untuk menemui kamu. Ketika mau berangkat sekolah, ketika minum obat, dia pingsan...” Ibu Hendra menghentikan ceritanya karna tidak kuat menahan tangis.

Tapi masih ada kemungkinan Hendra sembuh kan, Tante?” tanya Lily lemah. Ibu Hendra masih menangis.

Semoga itu keajaiban yang diberikan Tuhan ya, Sayang...”

Ma...Maksud Tante?”

Sejak kecil Hendra sudah tau kalau umurnya tidak akan panjang. Sejak kecil dia selalu siap kalau-kalau dipanggil sama Yang Di Atas. Dia seperti tidak punya semangat hidup. Dia sengaja merusak tubuhnya dengan merokok, dengan alasan bahwa toh akhirnya dia juga akan mati. Dia selalu bersikap dingin, termasuk pada kami orangtuanya. Tapi semangat hidupnya tiba-tiba muncul ketika...”

Ketika apa, Tante?” tanya Lily.

Ketika... ketika dia bertemu kamu, 10 tahun yang lalu....”

***

Semenjak saat itu, Lily setia menunggui Hendra dirumah sakit. Teman-teman Hendra juga sering menjenguk Hendra, bahkan Vita juga sering menemani Lily saat menjaga Hendra. Sudah hampir 2 bulan Hendra dirawat, tapi tidak ada perubahan baik, malah kondisinya semakin menurun. Tapi Lily tidak menyerah, tidak terus berdo’a dan berharap bahwa keajaiban –yang seperti dibilang Ibu Hendra waktu- datang kepada Hendra.

Ndra, lo ga capek apa tidur terus? Kapan lo bangun, Ndra? Apa lo ngga inget kalo lusa anniversary kita yang ke 2? Kita rayain bareng-bareng ya di pantai. Makanya lo cepet bangun...” Lily berbicara pada Hendra yang masih tertidur seraya mengusap lembut kepala Hendra. Tapi tidak ada tanggapan dari Hendra.

Hendra...” Lily tidak kuasa menahan tangisnya. Ia menunduk dan menangis diatas tangan Hendra. Berharap bahwa Hendra dapat merasakan air matanya. Tak lama, Lily merasakan sesuatu yang bergerak. Tangan Hendra bergerak. Lily mendongak dan menatap wajah Hendra lekat-lekat. Mata Hendra terbuka perlahan kemudian ia menoleh kearah Lily.

Hendra... lo bangun, Ndra? Ini gue, Ndra, gue Lily...” Lily kembali menangis. Tapi tidak ada respon dari Hendra. Kemudian kepala Hendra kembali ke posisi awal, dan matanya terpejam.

Ndra? Hendra? Hendra? Bangun, Ndra! Bangun!” Lily menggoyang-goyangkan tangan Hendra, berusaha membangunkannya. Ia buru-buru memanggil dokter yang menangani Hendra.

***

If I die tonight, I’d go with no regrets. If it’s in your arms, I know that I was blessed. And if your eyes are the last things that I see, then I know the beauty heaven holds for me...

Hari ini hujan. Hendra meninggal. Mungkin ini jalan yang terbaik untuknya.itu lebih baik daripada orang-orang yang menyayanginya melihat dia tersiksa melawan sakit. Suatu hari Lily pernah mebayangkan Hendra bisa sembuh, bisa ketawa lagi seperti dulu, bisa berantem, bisa gila-gilaan lagi seperti dulu, dan bisa tanding badminton berdua lagi. Tapi manusia boleh berencana, Tuhan pulalah yang menentukan.

Hari ini juga Hendra dimakamkan. Keluarga, kerabat, serta teman-teman atlet pun datang menghadiri upacara pemakamannya. Sahabat-sahabat Lily juga selalu mendampingi Lily. Tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Aneh! Dari sekian banyak keluarga Hendra yang hadir, hanya satu yang terlihat tabah. Liana. Anak kecil itu tampak tenang, seolah telah mengetahui bahwa hal ini akan terjadi.

Liana juga sayang sama Kak Hendra, Kak.” Ucap Liana pada Lily yang sedang memandangi batu nisan bertuliskan “Hendra Setiawan”. Lily beranjak dan memeluk Liana.

***

Di luar hujan masih mengguyur deras. Dikamar, perlahan-lahan Lily membuka kotak yang berisi hadiah-hadiah yang diberikan Hendra. Lily mengambil satu persatu barang-barang itu. Ia masih terisak.

Air mata Lily menetes tepat diatas figura fotonya dengan Hendra. ‘Tuhan... kenapa Kau ambil dia secepat ini? Bertahun-tahun aku menunggunya kembali, tapi ketika dia telah kembali, Kau membuatnya pergi lagi dariku. Semoga Kau memberinya tempat terindah disana...’ Saat itu alam juga ikut merasakan kepedihannya. Sudah kehendak-Nya, ada yang datang, ada yang pergi. Ada bersama, ada berpisah. Hati Lily hancur. Dunia terasa gelap tanpa harapan. Tapi Lily percaya, ada tangan-tangan Tuhan yang tidak terlihat oleh mata yang mengatur seluruh kehidupan agar selalu berjalan seimbang. Hendra akan selamanya mendapat tempat terindah dihati ku. Dia akan selalu ada disini, disudut terdalam dihati ku. Tidur yang nyenyak yaa, Hendra...

Even though I knew

I can’t do anything

I can only think of you

If I close my two eyes

Or open them again

I can only think of one person

The memory I can’t erase for one second

I just think of you...

(Super Junior KRY – The One I Love english transalate)




-ydr-

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ceritanya bagus tapi aku pingin bikinin cerita tantowi ama lilyana donk aku skanya sama mereka berdua

Anonim mengatakan...

that was good story. but I want you make a story about the triangle love between Liliyana Natsir, Tontowi Ahmad, and Lee Yong Dae. please........
I waiting for this.......