ELF's LOVE
When I know you
When I loved you
When I want to you be mine
When I know its impossible
When you come to my country
Then I met you
When you gone again from
me...
***
Angin berhembus kencang sore hari ini.
Awan yang terlihat mendung dan petir yang menyala membuat sebagian orang
memilih berdiam didalam rumah. Hari ini cuaca sangat tidak bersahabat, sejak
tadi pagi matahari tidak memunculkan dirinya yang bersinar terang.
Tes...
Setitik air terjatuh dari langit, dan
disusul oleh rintikan air lainnya. Orang-orang yang sedang berjalan langsung
berlari mecari tempat untuk berteduh. Berbeda dengan gadis itu. Seorang gadis
yang sejak tadi terduduk diam disebuah taman, tidak bergeming walau gerimis
mulai membasahi tubuhnya.
Elfina POV
Tes...
Aku merasakan setitik air membasahi
tanganku. Aku mendongak, menatap langit yang sudah sangat mendung dan tak lama
rintikan air lainnya pun turun. Air air itu semakin deras. Aku masih mendongak,
merasakan dinginnya gerimis itu menyentuh wajahku. Gerimis itu berubah menjadi
hujan, hujan deras. Aku tidak bergerak sedikitpun, membiarkan air hujan ini
membasahi tubuhku dan juga menyamarkan air mataku.
Aku ingat bagaimana malam itu ELF
menangis, tidak ingin mereka pergi. ELF menginginkan mereka tetap disini,
berada di negara yang sama dengan kami. Dan kurasa saat itu langit juga bisa
merasakan perasaan ELF. Langit mewakili
tangisan ELF yang tidak bisa bertemu dengan mereka, tangisan ELF yang tidak
ingin mereka pergi. Karena mereka pergi di iringi dengan hujan yang cukup deras.
Sudah seminggu semenjak mereka pergi.
Pergi? Kurasa itu berlebihan. Mereka bukan pergi, hanya kembali ke negara asal
mereka.
Air mataku semakin deras mengingat itu
semua. Mereka memang tidak mengenalku, tapi aku mengenal mereka. Mereka tidak
mencintaiku, tapi aku mencintai mereka. Tidak. Mereka mencintaiku, karena
mereka mencintai ELF.
"Elf! Apa yang kau lakukan disini?
Aku mencarimu sejak tadi. Ternyata kau malah duduk disini. Kenapa tidak
berteduh? Hujan sangat deras!"
Samar-samar, aku mendengar suara seseorang
yang berbicara padaku. Suaranya tidak terlalu jelas, karena tersamarkan oleh
suara hujan ini. Aku yang masih mendongak, tiba-tiba melihat sebuah payung
transparan ada diatas kepalaku, melindungiku dari sentuhan air hujan. Aku
menoleh, mendapati Aiden sudah berdiri disampingku dengan sebuah payung
ditangannya.
“Apa
yang kau lakukan disini?” Tanyanya lagi. “Kenapa
matamu merah? Kau menangis?” Aiden memajukan tubuhnya untuk melihat
lebih jelas mataku yang masih mengeluarkan airmata.
Aku menunduk. Menutupi wajahku dengan
kedua tanganku dan mulai menangis lagi. Aku merasakan sebuah tangan melingkar
di punggungku, menarikku kedalam pelukan.
“Aku..
Tidak ingin mereka pulang, Aiden...” Kataku disela sela tangisanku.
Aiden tidak menjawab. Ia hanya memelukku,
berusaha menenangkanku. Aku mendongak, menatap wajahnya. Aiden menggeleng,
memberikanku isyarat untuk berhenti menangis.
“Kau
tidak ingin mereka pulang, Elf?” Aku
hanya mengangguk, Aiden menghela nafas mengerti. “Elf,
kalau kau menahannya disini, lalu bagaimana dengan mereka? Bagaimana dengan
keluarga mereka? Bagaimana mereka menciptakan hal-hal baru yang menakjubkan?”
“Apa mereka tidak bisa menciptakan hal yang menakjubkan disini?”
tanyaku seperti orang bodoh.
“Ini bukan negara mereka, Elf. Mereka baru 2 kali datang kesini.
Negara kita dan negara mereka berbeda, mungkin saja mereka belum terbiasa
disini. Disini panas, disini tidak ada salju, disini tidak ada musim gugur.
Disana ada, dan mereka sudah terbiasa dengan itu semua. Bagaimana kalau mereka
merasa tidak nyaman?” Aku menyimak setiap kata yang di ucapkan Aiden. Laki-laki
itu mengusap air mataku yang masih sedikit mengalir.
“Aiden, kepulangan mereka seperti membawa sebagian nyawaku...”
“Aku tau, kalian, ELF, sangat mencintai mereka. Kalian tidak
ingin mereka pulang, kalian ingin mereka tinggal disini. Lalu bagaimana dengan
mereka? Apa mereka juga seperti itu?” Aiden memenggal kata-katanya.
“Menahan mereka, tidak merelakan mereka pulang itu akan
menjadikan beban pada mereka. Kau tau bukan rasanya bagaimana kau ingin pergi
tapi ada yang tidak merelakanmu? Seharusnya kau merelakan mereka, buat
perjalanan mereka menjadi nyaman. Iringi kepulangan mereka dengan senyuman
bukan dengan tangisan.” Aiden meremas lembut kedua pipiku dengan tangan
besarnya.”Dan lagi... kalian merelakan mereka pulang bukan berarti kalian tidak
mencintai mereka. Dan bukan berarti juga mereka pulang karena mereka tidak
mencintai kalian. Karena kalian, ELF dan Super Junior, saling mencintai.” Aiden
tersenyum lembut dan penuh pengertian. “Sekarang yang perlu kalian lakukan
adalah mendoakan yang terbaik untuk Super Junior, Superman kalian. Berikan
mereka cinta, doa, senyuman, dan kekuatan. Buktikan pada dunia bahwa kalian
adalah keluarga besar yang saling mencintai.”
Aiden tersenyum. Senyuman dan tatapan matanya sangat lembut dan
penuh pengertian. Aku menatap dalam matanya, sangat teduh dan ada kejujuran dan
keyakinan disana. Kata-katanya, senyumannya, dan tatapannya mampu membuat
hatiku tenang.
Dan tiba-tiba saja bayang wajah mereka yang sedang tersenyum
melintas dibenakku. Senyum yang kulihat dari foto-foto, video, atau sewaktu aku
melihat mereka secara langsung. Senyuman yang begitu tulus, begitu manis,
begitu gembira. Dan tanpa sadar aku juga ikut tersenyum.
Hujan sudah berhenti. Sedikit demi sedikit matahari mengeluarkan
cahanya dan membiaskannya menjadi warna-warna indah di langit, pelangi.
“Lihat! Ada pelangi!” Aiden berteriak kegirangan saat melihat
pelangi tersebut. Laki-laki ini, wajah dan sifatnya sangat mirip dengan Donghae
Oppa. Bahkan namanya pun sama dengan Western-name Lee Donghae.
Aku dan Aiden tertawa bersama, menikmati sore hari ini dengan
senyuman.
Terima kasih, Aiden. Kau telah menyadarkanku dari keegoisanku.
Terima kasih, E.L.F. Karena kalian telah mengajarkanku, bagaimana
caranya mencintai Superman kita dengan tulus.
Dan terima kasih, Super Junior. Atas segala kebahagiaan yang
telah kalian berikan pada kami.
I’M PROUD TO BE E.L.F
@yunitaadr